Penulis: Mihardo Saputro
Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) saat diwawancarai suaraumat.com dalam acara Dialog Pagi MUKI (Foto: Gabriel Hartanto)
JAKARTA, suaraumat.com -Radikalisme itu adalah paham tentang perjuangan dengan cara-cara ekstrim serta kekerasan tanpa memandang konstitusi dan undang-undang, bahkan hukum. Sedangkan Indonesia adalah negara hukum, jadi paham radikalisme ini harus dibumihanguskan dari Indonesia,” tutur Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Djasarmen Purba.
Indonesia telah melakukan beberapa fase perjuangannya. Fase yang pertama disebut fase penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan fase proklamasi atau kemerdekaan, kemudian dilanjutkan lagi dengan fase mengisi kemerdekaan atau yang disebut dengan fase reformasi dan sekarang ini secara umum dan secara internasional disebut fase milenial atau digital.
Kekerasan itu boleh terjadi ketika fase merebut kemerdekaan. Pejuang dan pahlawan Indonesia saat itu dengan bambu runcing memerdekakan Indonesia sambil bercucuran darah, tapi fase yang sekarang ini sudah sangat berbeda. “MUKI sendiri mau berjuang bukan dengan kekerasan. Bukan dengan tombak atau senjata tajam lainya, tetapi dengan diplomasi serta cara-cara hukum yang berlaku di Indonesia,” jelas Djasarmen Purba.
Sekarang kita mengalami situasi dimana peranan dan tanggung jawab negara diambil alih oleh kelompok-kelompok radikal. “Ini tidak benar. Jika di lapangan ada sesuatu yang melanggar aturan, harusnya yang turun adalah negara. Tetapi yang terjadi apa? Yang terjadi adalah adanya premanisme. Ada orang-orang radikal menghantam ini semua. Ini tidak boleh terjadi. Negara harus ada di sana,” tandasnya.
“Tokoh-tokoh agama juga harus bisa membasmi ini sampai ke akar-akarnya. Karena apabila itu ditumbuh kembangkan di Indonesia, ini akan menimbulkan cek-cok dan bahkan Bhineka Tunggal Ika tidak akan tercipta. Justru yang ada Bhineka Tunggal Ika versus Radikalisme. Jika itu yang terjadi, saya sebagai Ketua Umum MUKI akan berpihak pada ideologi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,” ujarnya melanjutkan.
Mengatasi Radikalisme adalah tugas negara yang juga didukung oleh ormas-ormas serta seluruh komponen bangsa. Hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah memasukan kembali kurikulum tentang wawasan berbangsa dan bernegara atau Pancasila ke dalam sekolah-sekolah, sehingga dari sejak dini mereka bisa mengenal apa itu Pancasila. Selain itu, pemerintah juga perlu memaksimalkan peran Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) agar bisa mensosialisasikan Pancasila ke semua lapisan masyarakat Indonesia. Terakhir, pemerintah harus tegas kepada setiap orang, kelompok atau komunitas yang mau mengambil alih tugas dan tanggung jawab negara. “Dengan kondisi seperti itu, kita bisa kembali seperti semula dan menjaga keutuhan bangsa,” pungkasnya.
Disinggung masalah rasisme yang mendera Papua, Djasarmen mengatakan bahwa kita semua bersaudara. Biarlah Papua tetap menjadi Indonesia. “Kita harus mendukung Papua. Berikan pendidikan yang baik, kesehatan yang baik, juga kebebasan kepada mereka untuk menjaga toleransi antar satu dengan yang lain. Satu lagi, negara harus menjaga agar orang-orang radikal jangan pergi ke sana. Karena jika ada orang-orang radikal disana, itu akan menghancurkan Indonesia itu sendiri,” ujar Djasarmen Purba menutup pembicaraan.
***
* Penulis adalah Redaktur Pelaksana Tabloid Suara Umat
Berikut video Djasarmen Purba saat diwawancarai Channel MUKI dalam acara Dialog Pagi MUKI :
Thanks Mihardo Saputro, sudah bekerja keras mewujudkan media Online SUARA UMAT.
Sama-sama Pak Pemred