2 Desember 2024
Bersama Menjaga Rumah Toleransi (Ilustrasi gambar: Gabriel Hartanto)

Penulis: Gabriel Hartanto

Indonesia adalah negara yang terdiri dari 17.504 pulau, memiliki
populasi penduduk hampir 270.054.853 jiwa pada tahun 2018, serta
punya lebih dari 721 bahasa daerah dengan penduduk multi ras, etnik
dan budaya. Setiap masyarakat yang ada di wilayah kepulauan Indonesia sangat
unik, tidak sama. Kemajemukan yang ada di Indonesia ini bisa
dimaknai sebagai kekayaan besar sekaligus sumber bencana; sebagai kekayaan jika
kita bisa menerima dan mengelolanya dengan baik. Dan menjadi sumber bencana jika
kita tidak bisa bertoleransi satu sama lain.

Menjadi Indonesia dengan wilayah yang seperti sekarang
ini bukanlah perkara mudah, ratusan tahun setelah Kerajaan Majapahit
runtuh, para pemimpin lokal yang ada di bumi Nusantara berusaha menyatukan
kembali Nusantara, namun tak pernah bisa.


Banyak momentum penting di bumi Nusantara yang menjadi
saksi sejarah perjuangan mencapai Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, salah
satunya adalah momentum dilaksanakannya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Sejak itulah perjuangan rakyat tidak lagi bersifat kedaerahan, melainkan
semangat kesatuan dari Sabang sampai Merauke, dipelopori oleh para pemuda. Para
Pemuda itu akhirnya mengambil porsi penting untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Kesadaran untuk menjadi masyarakat Nusantara yang bersatu dan berdaulat semakin
kuat. Tekad untuk menjadi “Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa” menggelora
dalam jiwa setiap pemuda dan anak bangsa untuk membangun kembali kedaulatan
Nusantara yang sekian lama porak-poranda. Perjuangan menjadi Indonesia tidak
mudah dan butuh waktu panjang.


Setelah Indonesia Merdeka, perjuangan
belum berhenti. Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno,
pernah berujar: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Soekarno
benar, setelah Indonesia merdeka, beberapa
peristiwa berdarah terjadi, pertempuran melawan bangsa sendiri tercatat
dalam sejarah antara lain: Pemberontakan PKI di Madiun (PKI Musso) Tahun 1948, Pemberontakan
Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII), Pemberontakan
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Pemberontakan Permesta, Pemberontakan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Pemberontakan Gerakan Separatis, Tragedi Nasional G
30 S/PKI Tahun 19651, Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka
(OPM), Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Sampai sekarang kita masih harus berjuang melawan
bangsa sendiri, melawan mereka yang ingin mengubah dasar negara kita Pancasila, melawan
mereka yang ingin memaksakan kehendaknya dengan cara-cara intoleran, melawan para
rasialis dan radikalis yang berhasrat menjadikan Indonesia sebagai negara agama
maupun paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Mari kita belajar lagi tentang sejarah bangsa ini, kita
belajar lagi tentang kearifan lokal yang diwariskan turun temurun dari para
leluhur, agar kita menjadi manusia yang mampu bertindak “dimana
bumi dipijak, disitu langit dijunjung.” lngatlah sejarah tentang bangsa kita
yang telah ada sejak puluhan ribu tahun lalu, jangan
bersitegang hanya karena kita memeluk suatu agama tertentu, jangan
pula memutuskan ikatan kekeluargaan sebagai anak bangsa hanya karena
diiming-imingi isme asing yang ingin menghancurkan jati diri
kita sebagai bangsa yang santun, berbudi dan bermartabat.
Jangan menjadi penghianat bangsa dengan menginjak-injak budaya
sendiri.

Indonesia, tempat dimana kita dilahirkan, tumbuh dan
berkembang adalah rumah pusaka kita yang harus dijaga bersama. Jangan biarkan
rumah kita dirusak oleh orang jahat yang berusaha menghancurkan
nilai-nilai luhur milik kita dengan tawaran nilai-nilai asing yang jauh
dari akar budaya santun, luhur, berbudi dan gotong royong. Jangan biarkan
faham intoleran tumbuh subur di negeri ini agar peristiwa yang menghancurkan
kerajaan besar Majapahit di Nusantara tempo dulu tidak terulang.
Kita tidak ingin Indonesia bubar layaknya Majapahit yang sirna setelah 230
tahun berjaya. Mari kita bijak menggunakan media untuk lebih mempererat
kebhinekaan kita di bumi Nusantara, Indonesia Raya.

***

* Penulis adalah Pemimpin Redaksi Tabloid Suara Umat

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content