Herman Kadir (Peci Hitam) Kuasa Hukum Edy Mulyadi saat mendatangi Bareskrim Mabes Polri, Jumat (28/1/2022). |
Jakarta, SUARAUMAT.com – Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan tim penyidik akan segera mengirimkan surat panggilan kedua kepada Edy Mulyadi terkait kasus dugaan ujaran kebencian.
Komjen Agus menegaskan, pemanggilan kedua akan disertai dengan perintah untuk membawa Edy Mulyadi ke pemeriksaan.
“Panggilan kedua dengan perintah untuk dibawa. Ikuti mekanisme penyidikan yang sedang berjalan,” kata Agus kepada media, Jumat (28/1/2022).
Menurut Agus, hal itu sudah dikoordinasikan oleh tim penyidik.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 112 ayat (2) berbunyi, “Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya”.
Selanjutnya Pasal 113 menyatakan, jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.
Lebih lanjut Komjen Agus menjelaskan, bahwa Direktur Siber sudah membuat rencana penyidikan dan penyidik mempunyai mekanismenya.
Komjen Agus menambahkan, jika ada pihak yang keberatan dengan putusan penyidik, para pihak bisa menempuh jalur praperadilan (prapid).
Ia menegaskan, absennya Edy dari pemanggilan pertama penyidik tidak membuat Edy lepas dari proses hukum yang sedang berjalan.
“Kalau tidak pas, silakan ambil jalur prapid saja,” ujarnya.
Alasan pengacara Edy Mulyadi
Edy Mulyadi yang mengaku wartawan senior, Jumat pagi ini tidak hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan sebagai saksi di Bareskrim Polri terkait kasus dugaan ujaran kebencian.
Menurut kuasa hukum Edy, Herman Kadir, mengatakan Edy tidak datang antara lain menyebutkan karena pemanggilan kepada kliennya tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP.
“Hari ini dipanggil tepat jam 10. Kebetulan Pak Edy Mulyadi hari ini tidak bisa hadir, ada kendala,” kata Herman Kadir di Bareskrim Mabes Polri, Jl. Trunojoyo no. 3, Jakarta Selatan.
Sekretaris Jenderal GNPF Ulama, Edy Mulyadi, saat melaporkan Sukmawati Soekarnoputri ke Badan Reserse Kriminal Polri pada Kamis, 21 November 2019. TEMPO/Andita Rahma |
Kasus dugaan ujaran kebencian bermula saat Edy menyampaikan pernyataan terbuka menolak pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Saat itu, ia menyebut daerah yang akan menjadi ibu kota negara baru itu sebagai “tempat jin membuang anak”.
Edy Mulyadi mengatakan lahan untuk ibu kota negara baru (IKN) tidak strategis dan tidak cocok untuk investasi.
“Bisa memahami nggak, ini ada tempat elite yang punya sendiri, yang mahal, punya gedung sendiri, lalu dijual dan dipindahkan ke tempat jin buang anak,” kata Edy dalam video di YouTube Mimbar Tube.
Tuduhan ujaran kebencian
Berbagai kalangan di Kalimantan tidak terima jika wilayah mereka disebut sebagai “tempat jin membuang anak”.
Sejumlah pihak kemudian melaporkan Edy ke polisi dengan tuduhan melakukan ujaran kebencian.
Edy juga mengatakan bahwa Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto seperti “harimau mengeong”. Sejumlah kader Partai Gerindra kemudian melaporkan Edy ke polisi.
Edy telah meminta maaf dan melakukan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa ungkapan “tempat jin buang anak” adalah sebutan untuk tempat yang jauh.
(sum/kpn)