Komandan Puspomad, Letjen Chandra W Sukotjo. (Foto: Letjen Chandra W Sukotjo) |
JAKARTA, SUARAUMAT.com – Brigjen Tumilaar yang ditahan dalam kasus penyalahgunaan wewenang meminta dirujuk ke RSPAD karena sakit asam lambung. Namun permintaan itu tidak dikabulkan oleh Pusat Polisi Militer (Puspomad) TNI AD.
“Hasil pemeriksaan dokter Puspomad menunjukkan bahwa gangguan asam lambung yang dimaksud tidak memerlukan pengobatan di RSPAD,” kata Komandan Puspomad, Letjen Chandra W Sukotjo dalam perbincangan dengan media.
Melansir Kompas.com, Selasa (22/02/ 2022) malam, permintaan Brigjen Tumilaar itu tertuang dalam surat yang ditujukan kepada KSAD, Ka Otmilti II, Danpuspom AD, dan Ditkum AD. Surat tersebut menjadi viral di media sosial. Dalam suratnya, Brigjen Junior Tumilaar meminta agar dipindahkan ke RSPAD.
Dia mengaku menderita sakit lambung atau GERD. Danpuspomad mengatakan, saat ini Brigjen Junior Tumilaar dalam kondisi baik dan masih berada di Rumah Tahanan Militer (RTM) Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Letjen Chandra membenarkan bahwa pria yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat itu telah mendapat perawatan pengobatan di tahanan.
“Yang bersangkutan diberikan obat dan disarankan untuk tidak mengonsumsi kopi untuk sementara waktu,” ujarnya. “Karena menurut yang bersangkutan asam lambungnya naik karena minum kopi,” lanjut Letjen Chandra.
Brigjen Junior Tumilaar ditahan usai marah-marah di proyek pembangunan properti di Kabupaten Bogor viral di media sosial. Ia menyatakan membela warga Bojong Koneng yang menjadi korban penggusuran pengembang.
Menurut TNI AD, Brigjen Junior Tumilaar telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan pembangkangan yang dilakukan dengan sengaja. Letjen Chandra menjelaskan, kasus hukum Brigjen Junior Tumilaar bukan karena sikapnya membela warga.
Brigjen Junior Tumilaar diperiksa Puspomad karena ikut menangani sengketa tanah antara warga dengan PT SC Tbk. Tindakannya ini dinilai telah melampaui tugas dan wewenangnya sebagai prajurit TNI.
“Seorang prajurit sesuai dengan sumpah jabatannya serta tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya harus bertindak berdasarkan aturan dan wewenang yang diberikan,” jelas Letjen Chandra.
Letjen Chandra mengingatkan bahwa seorang prajurit TNI tidak memiliki kewenangan untuk menangani masalah hukum di tingkat sipil.
“Bahwa kita memiliki kepedulian terhadap rakyat adalah suatu keharusan, TNI tahu ada masalah, tapi floor-kan berdasarkan masalahnya,” katanya.
Untuk itu, Puspomad menyimpulkan telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh Brigjen Tumilaar.
Brigjen Junior Tumilaar (foto: Istimewa) |
Apalagi mantan Irdam XIII/Merdeka itu tidak mendapat perintah dari pimpinan dalam menjalankan tindakannya, dalam hal ini Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman.
“Tentara harus diatur seperti itu karena kita adalah manusia-manusia yang dilatih untuk berperang, untuk mengemban tugas pertahanan dan keamanan negara,” kata Letjen Chandra.
Sebelum kejadian di Bojong Koneng, Brigjen Junior Tumilaar juga terlibat kasus hukum militer serupa lainnya.
Brigadir Jenderal Junior Tumilaar pada September 2021 menulis surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang pembelaan terhadap seorang Bintara pembina desa (Babinsa) yang disebut membantu warga Manado, Sulawesi Utara (Sulut), dalam kasus sengketa tanah.
Akibat kasus tersebut, Brigjen Junior Tumilaar dicopot dari jabatannya sebagai Irdam Merdeka. Kasus pidana militernya pun masih berlanjut sampai saat ini, dengan tuduhan yang sama yaitu penyalahgunaan kekuasaan.
“Yang di Sulut, berkas perkara sudah ada di Odmilti Makassar karena lokus kejadiannya di Manado. Saat ini kami sedang menunggu proses untuk mengajukan persidangan di Pengadilan Tinggi Militer,” kata Danpuspomad.
(Red/Sum/Kp)