18 September 2024
Bupati Nagekeo, dr. Johanes Don Bosco Do (berbaju korpri tengah) bersama Tim Assessment Center Provinsi Nusa Tenggara Timur. (Foto: GBM)

Oleh: Giorgio Babo Moggi

SUARAUMAT.com – Kali kedua datang ke Nagekeo. Berjumpa dengan Bupati Nagekeo dr. Johanes Don Bosco Do. Saya tak sendirian. Membaur di antara Tim Assessment Center Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Perbedaan kali ini, saya datang dengan sebagian besar anggota tim baru, kecuali saya dan Yanto Kapa. Mereka adalah Unun Fernandez, Kiki Amalo, Asty Mawuntu, Aven Reme, Anne Assan, Rizky Pradita Manafe dan Novy Simanjutak.

Seperti pada pertemuan terdahulu, Bupati yang akrab disapa Dokter Don berbicara lepas dan apa adanya. Poin-poin pikirannya padat dan berorientasi jauh ke depan. Menarik untuk disimak dan saya tidak satu kali pun bertanya. 

Dokter berbicara sebebas-bebasnya tanpa interupsi dari saya – kecuali Aven dan Unun yang sekedar konfirmasi kebijakan pembangunan. Transfer pengetahuan pun terjadi.

Saya, salah satu pengagumnya. Sebabnya bukan karena dia bupati, tapi pikiran, pandangan dan daya juangnya. 

Jejak-jejak kekaguman saya dapat ditelusuri di media sosial bahkan tulisan saya pernah menyulut polemik. Itu jauh sebelum ia menjadi bupati Nagekeo, Flores NTT. Bagi yang pernah mengikutinya pasti mengingatnya.

Hemat saya, dr. Don adalah sosok visioner. Itu terbaca dari pikiran-pikirannya baik pada pertemuan pertama maupun pertemuan kali ini. 

Pikiran atau pandangannya ‘genuine’ dan kaya ide. Tidak ada pandangan yang direpetisi atau didaur ulang pada setiap perjumpaan. Selalu muncul ide-ide baru yang menyegarkan.

Pemimpin yang visioning (mampu melihat jauh kedepan), pemimpin yang berani keluar dari mainstream (anti kemapanan). Pemimpin yang berpikir dan berani bertindak out of the box. 

Karakter kepemimpinan terungkap pula dari harapannya kepada para asesor SDM Aparatur Provinsi NTT untuk benar-benar memotret calon pejabat yang bukan kelompok penikmat jabatan, saya pinjam istilahnya.

Pemimpin yang penikmat jabatan, menurut Dokter Don, mereka memiliki mobil tetapi harus memiliki sopir pribadi. Mereka yang suka dibantu orang lain untuk menenteng map, yang pegang kacamata dan seterusnya. Singkat kata, segala sesuatu urusan pejabat dilayani dan terlayani.

Ia menegaskan bahwa ia tidak membutuhkan pemimpin macam itu. Ia menmimpikan calon pejabat yang mandiri dalam arti bisa bawa oto sendiri, pegang map sendiri, tenteng kacamata sendiri dan seterusnya. Itu salah satu contoh sederhana.

Mentalitas pemimpin penikmat jabatan akan tergambar dalam keseharian kepemimpinannya. Padahal memimpin (leading) itu sebuah keterampilan. Begitu pula mengatur (managing). Sebagai sebuah keterampilan (skills), keduanya melalui proses baik melalui pendidikan dan pelatihan, pengalaman maupun bawaan lahir.

Ada pemimpin yang lahir melalui proses pendidikan, ada pemimpin yang lahir dari proses penempaan di lapangan, ada pula pemimpin yang memang terlahir sebagai pemimpin. 

Tipe pemimpin yang terakhir tidak banyak, tetapi sebagai besar pemimpin lahir melalui proses pendidikan dan penggemblengan pengalaman.

Apa yang diharapkan Dokter Don? Calon pemimpin yang memiliki leading and managing skills. Pemimpin yang tidak hanya mampu memimpin juga pemimpin yang mampu mengatur. 

Dengan adanya penilaian kompetensi manajerial ini, ia dapat menemukan calon pemimpin yang diimpikannya, calon pemimpin yang mempunyai leading managing skills.

Seorang yang memimpin (leading) semestinya bisa mengatur (managing). Tetapi seseorang yang bisa mengatur belum tentu seorang pemimpin dalam jabatan tertentu. Dengan kata lain, seorang yang memimpin mutlak harus bisa mengatur.

Selain itu kemampuan leading dan managing, seorang pemimpin harus  memiliki kemampuan menyerap ilmu pengetahuan dan keterampilan baru. 

Ia menganalogikan calon pemimpin dengan gelatin versus spons. Menurut Wikipedia, karakteristik gelatin adalah bening sehingga tembus cahaya, tak berwarna, rapuh (jika kering), dan tak berasa. 

Berbeda dengan gelatin. Spons memiliki kemampuan menyerap air. Analogi spons ini digunakan Dokter Don untuk menggambarkan calon pemimpin yang diimpikannya. Pemimpin yang mampu menyerap sebanyak-banyaknya pengetahuan dan keterampilan baru.

Alasannya tidak suka calon pemimpin penikmat jabatan karena ia sendiri memiliki karakter kepemimpinannya yang mobile yang beroerintasi pada akselerasi pembangunan. 

Tak heran, kita jarang menemukannya di ruang kerjanya. Selalu ada pergerakan. Entah itu kunjungan kerja, peresmian proyek pemerintah, atau kerja bakti.

Karena itu terus bergerak. Sasaran tembaknya adalah sektor pariwisata. Kita patut akui, potensi pariwisata Nagekeo tidak sebanyak Manggarai Barat atau kabupaten tetangganya, Ngada. 

Berbicara pariwisata, layak diakui, Ngada satu atau mungkin dua langkah di depan Nagekeo. Baik infrastruktur jalan raya maupun penataannya.

Menyimak Curhatan Bupati Nagekeo Dokter Johanes Don Bosco Do. (Foto: GBM)

Kuantitas bukan soal. Keterlambatan bukan dijadikan alasan. Bupati Don menggenjot sektor pariwisata tanpa henti.

Ia berupaya memaksimalkan sektor ini. Tak heran bermunculan kampung-kampung wisata seperti Kampung Pajo Reja dan Kampung Kawa. Potensi-potensi lain sedang diidentifikasi dan digiatkan untuk mempercepat ketertinggalan sektor ini.

Sejalan dengan itu, ia mulai melihat peluang penetapan Labuan Bajo Manggarai Barat Flores sebagai kawasan wisata. 

Menyongsong sidang G20, Bupati Don mendorong jajarannya untuk melakukan travelling ke Labuan Bajo guna mengidentifikasi kebutuhan logistik para pekerja yang bekerja sektor infrastruktur dan pariwisata.

Harapannya, Nagekeo dapat menjadi salah satu pemasok logisitik ke sana. Dan, ia mengharapkan calon pemimpin yang mampu melihat dan menangkap peluang ini.

Disela-sela dialog, ia tak sungkan-sungkan memperkenalkan produk masyarakat Nagekeo seperti minyak kelapa Maunori, coklat Kobar, kain tenun dan Virgin Coconut Oil (VCO) minyak kelapa yang diekstrak dan mengandung banyak manfaat kesehatan.

Menurutnya, ini caranya mendukung masyarakatnya. Tagline “Bela Beli Nagekeo” harus dijewantahkan. Ia mengajak kami sebagai ASN untuk berbisnis. Ya, memasarkan dan menjual produk masyarakat tidak ada yang salah. Yang penting halal.

Pada pertemuan kami terdahulu, pada kegiatan pemetaan JPTP 2019, Dokter Don membuka strategi meningkatkan ekonomi kerakyatan. Nagekeo memiliki potensi sektor usaha dan sangat memerlukan penguatan modal. 

Untuk itu, ia mengajak salah satu koperasi ‘berinvestasi’ dengan cara memberikan modal kepada ibu-ibu. Sedangkan sektor tenun ikat, ia meminta rumah tenun Ina Ndao Kupang untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kaum ibu yang bergiat tenun.

“Selendang yang bapak ibu kenakan berasal dari Rendu. Selendang yang berwarna hitam dan kuning itu masih asli, sedangkan yang satu (sambil menunjuk selendang yang dikenakan teman-teman wanita) berasal dari Rendu. Mereka dilatih secara khusus oleh Ibu Dorce dari Ina Ndao”, ucap Bupati Don.

“Para ibu memiliki kemampuan tenun seadanya, tetapi mereka perlu diajarkan dengan sentuhan yang sedikit bervariasi.” Karena itu dokter Don bekerja sama dengan Ina Ndao untuk melatih para penenun tentang teknik tenun dan penggunaan warna asli.

“Tenunan yang menggunakan warna asli berwarna biru dongker, sedangkan bukan pewarna asli berwarna hitam,” paparnya.

Artinya, ucapan dan tindakan Bupati Nagekeo sejalan. Ia mungkin lupa setahun lalu pernah berujar di hadapan orang yang mencatatnya secara baik. 

Ucapan setahun lalu itu dibuktikannya dengan hasil hari ini, selendang Rendu yang berkilau keemasan tanpa meninggalkan nuansa telepoi-nya.

Karena waktu jualah, kami harus mengakhiri pertemuan itu. Bupati Don harus melakukan kunker ke Raja, sedangkan para asesor harus melanjutkan tahapan assessment. Banyak hal yang ditimba dari pertemuan ini terutama tentang kepemimpinan (leadership).

Tentang kepemimpinan kita dapat belajar dari siapa saja. Tanpa harus membuka dan membaca buku berhalaman-halaman. Kita bisa belajar dari orang terdekat. Orang di sekitar kita. Termasuk dari para pemimpin kita – pandangan, sikap dan perilakunya.

Terima kasih Dokter Don Bupati Nagekeo yang telah memberikan teori praktis kepemimpinan. Semoga peta kompetensi hasil penilaian kompetensi manajerial kami memenuhi harapan Bapak Bupati untuk menemukan calon pemimpin yang tidak sekedar sebagai kepala tetapi kepala yang berjiwa pemimpin.* (gbm)

Editor: Konradus Pfedhu

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content