Marsma TNI (Purn) Drs. Embu Agapitus, M.Si (Han), Praktisi Conflict Resolutions United Nations. (Foto: Dok. Pribadi) |
JAKARTA, SUARAUMAT.com – Dalam analisis singkat ini, Penulis menggunakan pendekatan FDTIR (Facts-Drivers-Trends-Implications-Recommendations) sebagai berikut:
Fakta-fakta (Facts)
Pada tanggal 22 Februari 2022 hubungan diplomatik antara Rusia dengan Ukraina terputus, perang pada akhirnya tidak terhindarkan.
Perang antara Rusia dan Ukraina sebenarnya telah terjadi sejak tahun 2014 lalu menyusul aneksasi dan pendudukan Krimea oleh Rusia.
Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 hubungan diplomatik antara Rusia dan Ukraina mengalami pasang surut (ups and down).
Pada awal tahun 1990-an kebijakan Ukraina didominasi oleh aspirasi untuk meyakinkan dunia internasional tentang kedaulatan dan kemerdekaan Ukraina, menyusul kebijakan keseimbangan kerja sama (balanced cooperation) dengan Uni Eropa, Rusia dan kekuatan kekuatan lainnya.
Hubungan Rusia dan Ukraina memburuk sejak terjadinya Revolution of Dignity (Revolusi Martabat) pada tahun 2014.
Revolusi ini berhasil mendongkel kepemimpinan Presiden terpilih Ukraina, Viktor Yanukovych karena penolakan Presiden Yanukovych menandatangani Persetujuan Asosiasi Politik dan Perdagangan Bebas antara Ukraina dengan Uni Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara.
Kerusuhan pada tahun 2014 menewaskan lebih dari seratus ribu orang. Yanukovych pada akhirnya melarikan diri ke Moscow dan meminta perlindungan Rusia.
Pada tahun 2004 Czech Republic, Estonia, Hungary, Latvia, Lithuania, Poland, and Slovakia telah bergabung dengan NATO, menyusul Bulgaria dan Romania pada tahun 2007.
Pada tahun 2019, amandemen dilakukan pada Konstitusi Ukraina, yang mengabadikan arah strategis negara yang tidak dapat diubah lagi menuju keanggotaan UE dan NATO.
Melihat perkembangan situasi politik yang terjadi, Rusia mendukung separatis Donetsk dan Luhansk untuk merongrong pemerintahan Ukraina.
Sepanjang tahun 2021 dan 2022, Rusia memobilisasi dan menggelar pasukannya di perbatasan Ukraina. Penumpukan pasukan Rusia di perbatasan telah meningkatkan ketegangan antara kedua negara.
Amerika Serikat mengirimkan pesan tegas bahwa invasi akan berimplikasi kuat terhadap perekonomian Rusia.
Pemicu (Drivers)
Dari fakta-fakta di atas terlihat ada beberapa pemicu krisis antara Rusia dan Ukraina.
Pertama, kemarahan Rusia terhadap Ukraina karena Ukraina yang dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet bersama Rusia, kini bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara/ NATO.
Kedua, Rusia menganggap bahwa Pemerintahan Ukraina saat ini adalah Pemerintahan yang ilegal karena telah mengkudeta Presiden terpilih Viktor Yanucovych.
Ketiga, Rusia menuduh Pemerintahan Ukraina telah melakukan pembunuhan massal (genocide) terhadap warga Donetsk dan Luhansk.
Tren (Trends)
Krisis Rusia-Ukraina akan cenderung eskalatif karena adanya campur tangan atau keterlibatan negara-negara yang terlibat dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara/ NATO.
Rusia adalah salah satu negara dengan kekuatan militer besar, tentunya akan mempertahankan harga diri (dignity) sebagai salah satu existing powers dunia saat ini.
Selain eskalatif, krisis Rusia-Ukraina diprediksi akan menjadi perang berlarut. Negara-negara yang terlibat dalam penyelesaian konflik akan cenderung menahan diri untuk tidak menggunakan leathal weapons atau senjata pemusnah massal seperti nuklir, senjata kimia dan lain-lain.
Negara-negara yang terlibat dalam perang menyadari bahwa penggunaan leathal weapons atau senjata pemusnah massal akan sangat berisiko terhadap kelangsungan kehidupan umat manusia.
Probabilitas terjadinya Perang Dunia Ketiga (Third World War) sangat kecil karena Rusia akan mengalami kesulitan mambangun sekutu (allies).
Negara-negara yang selama ini cenderung pro Rusia seperti China dan Korea Utara akan enggan bergabung untuk melawan NATO.
Implikasi (Implications)
Krisis Rusia-Ukraina walaupun kecil kemungkinan terjadinya Perang Dunia Ketiga, dampak perang tetap tidak terelakkan baik dampak internal terhadap kedua negara maupun regional dan global.
Dampak internal antara lain:
Pertama, jatuhnya korban jiwa dalam jumlah yang cukup besar (massal).
Kedua, hancurnya berbagai infrastruktur.
Ketiga, terjadi krisis di berbagai bidang kehidupan baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya.
Keempat, akan terjadi Internal Displaced Persons (IDP) pengungsian internal yang bakal tidak tertangani dengan baik oleh Pemerintah setempat.
Sedangkan dampak krisis Rusia-Ukraina terhadap lingkungan regional dan global antara lain:
Pertama, hubungan diplomatik dengan kedua negara akan terganggu.
Kedua, akan menerima pengungsi (refugees) maupun imigran gelap dari kedua negara secara besar-besaran. Ketiga, semua aspek kehidupan akan terganggu.
Rekomendasi (Recommendations)
Rekomendasi pada analisis ini ditujukan kepada Pemerintah Indonesia dan kepada dunia internasional.
Kepada Pemerintah Indonesia selaku anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau anggota United Nations, langkah-langkah yang perlu diambil antara lain:
Pertama, mengutus perwakilan, dalam hal ini Menteri Luar Negeri untuk melakukan misi diplomatik ke kedua pejabat negara yang sedang berkonflik, Rusia dan Ukraina. Intinya memediasi kedua negara untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian konflik secara damai, peace resolution.
Kedua, meminta PBB khususnya Dewan Keamanan (Security Council) agar kedua negara segera melakukan cease fire atau gencatan senjata dan peace making (mengajak kedua negara untuk duduk di meja perundingan).
Ketiga, menyiapkan peacekeepers (Experts on Missions, Military Staff dan Contingent) apabila sewaktu-waktu diminta PBB untuk melakukan Peacekeeping Operations dan Peace Building.
Kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa diharapkan:
Pertama, mendesak kedua negara untuk melakukan gencatan senjata.
Kedua, memediasi Peace Making.
Ketiga, menyiapkan Peacekeeping Operation melibatkan Troop Contributing Countries (TCC).
Keempat, menyiapkan Peace Building. (*)
Editor: Kun