Agung Puguh Ristanto. (Foto: Suaraumat.com/Mihardo Saputro) |
Oleh: Agung Puguh Ristanto, Seniman
SUARAUMAT.com – Pendapat saya, narasi perang Rusia dan Ukraina buat orang di dunia, khususnya Indonesia saat ini kurang populer. Mengapa? Ya, karena di negeri saya yang kaya raya ini senantiasa diselimuti kecemasan bagaimana esok anakku dapat makan, bagaimana esok anakku bisa sekolah tinggi, dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana mungkin saya merendahkan diri saya sendiri, yang hanya menyaksikan tarian ogoh-ogoh apalagi untuk memikirkan tempat destinasi wisata yang direkomendasikan.
Deskripsi tayangan media hari ini membuat saya tersenyum mengapa intrik pencitraan membiarkan dia mengungkapkan “kebodohannya”.
Sebagai masyarakat yang emosional secara situasional, kadang perspektif positif saya adalah egosentris. Ya, mungkin itu bagian manifestasi kultural.
Saya begitu mendambakan cinta, yang nyatanya begitu populer di kalangan remaja, mungkin sesuatu yang baru itulah membuat mereka berarti dan juga mati karenanya.
Baca juga: Volodymyr Zelensky menangis di catatan kaki Putin
Itu cerita teman saya tentang kehidupan dan permainan. Saya menyenangkan diri di pesta ini, dan sangat konyol ketika harga minyak goreng diikuti dengan tempe, tahu, daging dan juga cabai kompak meroket.
Mengapa mereka menulis sesuatu kepada populisasi virus dan aksi heroik konflik internal. Menurut teman saya, “ini gerakan seorang pemain besar” (big player).
Ooohhh iya….saya coba menanyakan apa yang orang kaya lakukan dengan rasanya?
Dia menjawab untuk apa kamu membasahi rambut setiap kali mandi??
Saya terdiam…anak si-kaya tak bisa apa-apa menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
Dalam posisi seperti ini, si kaya seolah termarginalkan atau ketakutan seperti penyintas.
Hematnya, saya berpendapat soal kebudayaannya sambil menabuh genderang menyaksikan keledai menari erotis.
Ooohhh tidak, begitu banyak ekspatriat di wilayah itu. Saya melihat ini bukan negara sepihak, tetapi ada kelompok tertentu berada dalam kekuasaan mungkin sebuah bagian atau mencari bagian.
Sayangnya saya orang yang tidak memikirkan kehabisan program tabungan untuk pensiun dan quality time. Saya hanya berpikir harus pergi menyelamatkan sapi dan babi, serta ternak lainnya seperti ayam, kambing, bebek.
Suasana hati agak bisa diterima, terkait agresi Rusia ke Ukraina menjadi bumerang bagi ekonomi Rusia. Seorang kaya harus cepat menarik semua uang di bank.
Cinta, ooohhh tidak, populisme dan propaganda lebih penting dari perang.
Saya tidak bisa mengendalikan peristiwa-peristiwa hidup saya, pikiran saya dan demokrasi saya atau mungkin saya adalah efek dari propaganda.
Karena kesulitan ini dan jangan sampai itu terhenti, bahkan tidak ada di pikiran, semua pergi mengisi kekosongan cinta, daun dan bunga.
Seluruh Uni Eropa lebih kurang di halaman yang sama. Apakah ini bentuk embargo? Pikir saya, bagaimana mungkin dia tidak memikirkannya?
Putin tidak senonoh apalagi konyol dengan menggaruk-garuk tanahnya sendiri. Propagandis mengingatkan saya pada anjing yang pergi ke rumah kucing untuk tidur dan memeras mereka, hendak memakannya tapi bosan, “biarkan saja dia habiskan suguhan itu”.
Menunggu kalimat baru. Jelas, Putin menekankan ini bukan perang normal, ini krusial bahwa mereka tidak akan melakukannya di masa depan.
Pendapat saya mereka ingin tahu hal-hal yang belum mereka ketahui tentang Rusia.
Saya pikir, perluasan garis keamanan utama Eropa (NATO) sebagai sekutu Amerika Serikat menjadi ancaman terhadap Rusia.
Keputusan Putin tegas di luar garis destabilisasi secara internasional, itu memicu anggaran pertahanan untuk agresi terhadap Ukraina.
Imbasnya adalah sanksi pemblokiran SWIFT (Society worldwide Interbank financial telecommunication), dengan membatasi akses Rusia ke pasar keuangan global, ini terberat buat Rusia.
SWIFT didirikan pada 3 Mei 1973, di daerah ibu kota Belgia, Brussel. Anak perusahan SWIFT tersebar di beberapa negara Eropa dan Asia.
Mengutip AFP, Rabu (2/3), tujuh bank Rusia yang aksesnya terputus SWIFT, yaitu VTB Bank, Bank Otkritie, Novikombank, Promsvyazbank, dan Vnesheconombank (VEB).
Hanya dua bank besar di Rusia terhubung dengan SWIFT, Sberbank dan Gazprombank. Walaupun Sberbank masih terhubung bukan berarti bebas dari sanksi ekonomi terhadap Rusia yang menginvasi Ukraina.
Perang ini memicu harga minyak tembus US$ 110.18 per barel dan gas Eropa melonjak 50%. Mengejutkan bukan, tentu saja berpengaruh pada volatilitas (naik turunnya harga valas di pasar finansial) nilai mata uang Rusia.
Unggahan perdebatan apakah itu, demokrasi, fasisme, kekerasan, atau darkisme semakin asik dipertontonkan.
Secara teoritis saya tidak tahu mengapa saya berbicara, bahwa ada instruksi otak untuk menulis. Jadi pada akhirnya saya berpikir, entah bagaimana alam semesta akan berkonspirasi.
Sedangkan si kaya memainkan rasanya, selain itu Rusia dan Ukraina tak punya apa-apa untuk dipisahkan satu sama lain sebagai manusia.
Terlalu banyak sampah di pelataran, ada hal-hal lain yang perlu saya lakukan di halaman rumah. Berikutnya saya akan undang fotografer atau seniman lukis? (@PuR)
Editor: Kun