Ilustrasi kismis /iStock |
——————
Oleh: Karolina Siwi
“Tapi pernahkah Anda makan hanya 1 butir kismis, ya, 1 butir, selama 15 menit? Nah, ini baru luar biasa! Lanjut baca…
SUARAUMAT.com – Siapa yang tak kenal kismis? Makanan yang terbuat dari buah anggur yang dikeringkan ini banyak digunakan sebagai pelengkap membuat kue, roti, sereal, atau dimakan langsung. Kismis dikenal sebagai makanan yang memiliki manfaat bagi tubuh, salah satunya adalah karena kismis mengandung antioksidan.
Akhir pekan lalu saya makan kismis. Bagi kebanyakan orang makan kismis bukan sesuatu hal yang istimewa. Bagi penggemar kismis, kegiatan makan kismis atau memakan makanan yang mengandung kismis adalah hal yang biasa.
Tapi pernahkah Anda makan hanya 1 butir kismis, ya, 1 butir, selama 15 menit? Nah, ini baru luar biasa!
Raisin Meditation, begitulah sebutannya, adalah salah satu bagian dari rangkaian kegiatan mindfulness di akhir pekan lalu.
Kami masing-masing mengambil satu butir kismis. Sebelum benda mungil itu masuk mulut dan meluncur turun ke pencernaan, seperti yang biasa kita lakukan, alih-alih kami letakkan di telapak tangan kiri, lalu kami mengamati bentuknya.
Seperti kata Dave Potter dalam Mindfulness Based Stress Reduction yang diadakan University of Massachusetts; anggap saja kita makhluk mars yang baru mendarat di bumi dan baru pertama kali melihat kismis.
Kismis di telapak tangan saya bentuknya lebih kecil dibandingkan kismis-kismis lain di dalam piring. Warnanya hitam, permukaannya tidak rata. Seperti ada lembah dan bukit-bukit.
Ketika tertimpa cahaya matahari yang masuk melalui jendela dan pintu kaca, ‘lembah’ di kismis itu terlihat berkilauan. Saat disentuh, benda itu terasa sedikit berminyak. Tekstur dan permukaan yang tidak rata itu juga terasa di ujung jari.
Saya mengangkat kismis dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Saya menekan kismis itu, terasa kenyal.
Sesuai petunjuk, saya dekatkan benda itu ke telinga. Saya menekannya lagi, dan saya dapat mendengar suaranya yang sangat halus, seperti bunyi “Tik…tik…tik…” saat ditekan. Terus terang, saya baru mengetahui kalau kismis, benda kecil lunak itu, bisa mengeluarkan suara.
Ketika didekatkan ke hidung, saya dapat mencium aromanya yang manis. Tetapi, rupanya antara lubang hidung kiri dan kanan terdapat perbedaan. Aroma kismis itu lebih terasa saat didekatkan ke lubang hidung kiri.
Sedangkan ketika didekatkan ke lubang hidung kanan, tidak begitu tercium aroma manis. Saya ulangi lagi beberapa kali, dan ternyata tetap sama. Lubang hidung kiri lebih bisa mencium bau kismis.
Satu hal baru lagi yang saya dapatkan, bahwa ternyata, dua lubang hidung yang saya miliki sejak lahir, bahkan sejak sebelum lahir itu, memiliki perbedaan.
Berikutnya, saya tempelkan kismis ke bibir. Bibir saya dapat merasakan tekstur permukaan serta sedikit minyak dari kismis itu. Saya usapkan ke seluruh permukaan bibir, terasa seluruh bibir menjadi berminyak.
Saya memasukkan kismis ke dalam mulut, dengan cara menggigit dengan menggunakan gigi depan terlebih dahulu, lalu lidah menyambutnya. Kismis itu masih utuh, sekarang berada di dalam mulut. Saya mengulumnya sesaat, menggeser kismis ke kiri, lalu ke kanan. Terasa tidak terlalu manis.
Saat digigit, barulah terasa manis. Sesudah dikunyah itulah saya merasakan kismis itu lengket. Dengan bantuan lidah, kismis didorong agar tidak menempel di gigi, dan agar mudah ditelan. Aroma dan rasa manis masih terasa untuk beberapa menit, meski kismis sudah ditelan. Kira-kira begitulah proses makan sebutir kismis, dan makan waktu kurang lebih lima belas menit.
Makan kismis saja kok, ribet bener?
Ini adalah salah satu bentuk latihan kesadaran atau mindfulness. Saat kita makan, apakah kita benar-benar sadar dan tahu apa yang sedang kita makan?
Raisin meditation melatih kita untuk menyadari, dengan cara mengamati dan merasakan secara detail, bagaimana bentuk, warna, bau, bahkan suara apa pun yang timbul dalam proses makan, hingga rasa makanan dan sensasi tubuh yang kita rasakan.
Merasakan makanan, apakah itu manis, pahit, agak asam, kering, berminyak atau lengket, semua dilakukan tanpa judgment atau menghakimi. Dalam artian, enak atau tidak enak, suka atau tidak suka. Pendek kata, kita makan dengan seluruh indera kita.
Lalu, jika kita berhasil mengamati proses makan itu secara detail, so what? Apa manfaatnya bagi kita?
Auto pilot
Harus saya akui, sehari-hari ketika makan, meskipun dilakukan dengan lambat, tapi sering saya tidak benar-benar menyadari apa yang sedang saya makan. Pikiran melayang ke mana-mana saat makan. Teringat peristiwa yang sudah lewat, atau sambil menyusun rencana saat sedang mengunyah makanan.
Terkadang juga, saat menghadapi makanan, saya justru memikirkan makanan lain, sambil berpikir, “Kalau ditambah ini, enak nih.” Akibatnya, saya tidak sungguh-sungguh merasakan makanan yang sedang saya makan.
Kadang timbul keserakahan, ‘lapar mata’, atau rasa kecewa ketika rasa tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Kegiatan makan menjadi sesuatu kegiatan yang kita lakukan secara auto pilot, secara otomatis.
Tidak hanya makan, banyak hal yang kita lakukan secara auto pilot. Misalnya, saat berjalan. Berjalan bukanlah suatu aktivitas yang luar biasa bagi kita.
Ketika kita bangkit dari duduk, melangkah menuju dapur, mengambil makanan, semua dilakukan dengan otomatis. Barulah saat kita tersandung atau kaki kita sakit, kita baru menyadari kalau ternyata kita memiliki sepasang kaki!
Auto pilot tidak selamanya buruk. Ini berguna agar sesuatu yang kita lakukan menjadi efisien, tanpa kita harus berpikir di manakah letak mulut saat kita hendak memasukkan makanan.
Tetapi jika segala hal kita lakukan dengan otomatis dan menjadi kebiasaan, kita akan melewatkan hal-hal yang sesungguhnya bisa membuat kita bersyukur.
Saya sadari kini, banyak hal-hal indah dalam keseharian yang saya lewatkan. Tanpa rasa syukur, kebahagiaan kita akan berkurang atau justru kita tidak merasa bahagia.
Melihat hal baru
Punya mobil baru, adalah hal yang menyenangkan. Apalagi setelah sebelumnya kita menimbang, memilih dan akhirnya memutuskan jenis, merek, serta warna mobil. Pada hari ketika mobil idaman kita datang, perasaan senang dan gembira begitu meluap-luap. Tiap saat kita pandangi, berdebu sedikit langsung dibersihkan.
Tetapi setelah beberapa lama, perasaan itu akan hilang, seiring dengan ‘wangi baru’ yang mulai memudar. Akan menjadi biasa saja. Saat kita memandang mobil itu, tidak ada lagi perasaan gembira yang meluap. Tidak ada lagi rasa excited, seperti ketika kita hendak membeli mobil dan baru memilikinya.
Dapat dibayangkan, hidup kita yang berisi rutinitas sehari-hari, mulai dari bangun tidur di pagi hari, melangkah otomatis ke toilet, lalu bersiap-siap berangkat kerja.
Hampir tidak ada hal baru yang kita temui. Semua nampak sama, setiap hari serupa. Untuk bisa mendongkrak rasa excited, kita mencarinya di luar diri kita. Misalnya, dengan belanja; shopping sesuatu yang sebetulnya tidak kita butuhkan.
Saat hari kerja, kita berharap akhir pekan segera tiba; di saat sendirian, kita mengharapkan seseorang datang menemani. Kita terus mencari keluar. Kita hidup, tapi tidak hidup. Kita seperti robot saat melakukan aktivitas tanpa kesadaran.
Mindfulness sebuah pilihan
Ilustrasi meditasi /Pixabay |
Dengan berlatih mindfulness, kita berlatih untuk hidup sebagai manusia, bukan robot. Kita hidup di saat ini.
Kita benar-benar sadar apa yang sedang kita lakukan. Dengan sungguh-sungguh menyadari dan mengamati, kita dapat melihat secara detail.
Birunya langit, putihnya awan, mendengar suara apa pun di sekitar kita, tanpa menganalisa, tanpa menghakimi.
Kita akan menemui hal-hal baru yang selama ini luput dari perhatian kita. Seperti ketika saya memakan kismis, saya baru menyadari kalau saat mengunyah, lidah kita juga bergerak untuk mengarahkan makanan.
Tentu saja ini kita pelajari di sekolah tentang fungsi lidah, tapi apakah kita pernah mengamati, merasakan, dan memiliki pengalaman langsung? Saat menyadari ini, tiba-tiba ada rasa syukur, ada rasa bahagia. Betapa luar biasanya bagian tubuh yang bernama lidah ini.
Jika mindfulness bisa kita terapkan dalam keseharian, hidup kita tidak akan terasa ‘plain’ lagi. Sadari, nikmati tiap momen dalam hidup kita. Kebahagiaan itu ada di sini, saat ini.
Enjoy your raisin, enjoy your life. (*)
Editor: Kun