Coach Addie. /Dok. Pribadi |
Baru-baru ini Presiden tampak murka dengan para menterinya yang dinilai tidak memberikan penjelasan kepada rakyat saat harga minyak goreng meroket dan Pertamax naik.
“Harga minyak goreng sudah empat bulan, tidak ada penjelasan apa-apa, kenapa ini terjadi. Yang kedua pertamax, menteri juga tidak memberikan penjelasan apa-apa mengenai ini,” kata Jokowi dalam sebuah kesempatan.
Menurut Mantan Gubernur DKI Jakarta itu, para menteri seharusnya menceritakan alasan kenaikan harga tersebut kepada rakyat agar terlihat adanya rasa empati yang dimiliki.
“Hati-hati, kenapa Pertamax (naik), ceritain dong kepada rakyat, ada empati kita gitu loh, nggak ada, yang berkaitan dengan energi nggak ada,” ujar Jokowi.
Lihat juga: Bahasa Melayu Bahasa Resmi ASEAN, Adi Supriadi: Melayu Memang Sebuah Bangsa Bukan Etnis!
Apa yang disampaikan Jokowi saat itu pun dinilai hanya sekadar aksi ‘balik badan’, karena seorang Presiden tidak mungkin tidak mengetahui permasalahan yang terjadi.
Ini paling sering terjadi selama Jokowi memerintah di Negara ini, jika ada keributan salahkan menteri dan selalu begitu, padahal kebijakan apa pun yang disampaikan menteri ke publik sangat tidak mungkin tidak diketahui Jokowi sebagai atasan para menteri tersebut.
Menurut Praktisi Human Capital (HC) lebih dari 20 tahun ini, bahwa cara memimpin seperti ini tidak boleh ada lagi dan sudah lama ditinggalkan di dunia profesional.
“Cara memimpin Jokowi dengan selalu menggunakan ‘balik badan’ dan ‘cuci tangan’ terhadap apa yang dikerjakan bawahannya seperti gaya memimpin “Kodok Berenang”. Didalam karier, pekerjaan dan profesi apa pun mencari simpati dan mendapatkan jabatan menggunakan gaya “Kodok Berenang” ini tidak punya etika dan tidak punya moral,” tutur Coach Addie, Jum’at, 7 April 2022.
Lihat juga: Ketua Umum PBNU Ingatkan Status Kafir untuk Non Muslim, ini kata Adi Supriadi
Adi Supriadi kemudian menuturkan fakta pertama terkait fakta yang dikatakan menteri dan setelah itu Jokowi mengatakan berbeda.
Ketika menteri menyampaikan kebijakan publik menentang, tak lama kemudian Jokowi bak pahlawan kesiangan menyampaikan pendapat berbeda yang berlawanan dengan apa yang disampaikan para menterinya, sebut saja misalnya masalah penundaan Jaminan Hari Tua (JHT), minyak goreng, Pertamax, dll.
“Dari persoalan kebijakan Menteri Tenaga Kerja, Menteri Agama, dan terakhir Menteri Perdagangan terkait minyak goreng, Jokowi terkesan melempar semua kesalahan kepada mendag, sudah empat bulan krisis berlangsung tapi tak ada penjelasan apa-apa,” ucapnya.
“Selama ini Jokowi dimana saja, seakan-akan tidak tau menahu atas semua kejadian?” tanya Adi Supriadi.
Dia mengungkapkan bahwa Jokowi menggelar kegiatan berkemahnya pada 14 Maret 2022 lalu.
“Berkaitan dengan minyak goreng ini misalnya, apa yang dilakukan oleh Jokowi? Ini sekali lagi mengutip Pramono Anung Jokowi ini paham betul lah dengan persoalan goreng ini. Eh ternyata dia malah memutuskan harga eceran tertinggi minyak curah itu Rp14.000 dan minyak goreng kemasan diserahkan ke mekanisme pasar,” kata Akademisi & Praktisi Ekonomi Syariah ini menjelaskan.
“Yang terjadi lagi, harga minyak kemasan melambung sementara minyak curah juga ikut-ikutan naik,” ujarnya menambahkan.
Lihat juga: Adi Supriadi menentang keras perpanjangan jabatan Presiden Jokowi 3 periode
Hal itu membuat publik semakin bertanya-tanya, karena Jokowi terkesan dikalahkan oleh oligarki. Apalagi, mafia minyak goreng yang seharusnya sudah terungkap justru sampai saat ini tidak ada tanda-tandanya.
“Kedua soal kenaikan harga pertamax, nah ini lebih lucu lagi. Lah itu kan jelas diputuskan dalam rapat kabinet kok yang disalahkan malah Menteri ESDM,” ungkap Adi Supriadi.
Adi Supriadi pun menilai fakta-fakta tersebut membuat semakin wajar jika banyak masyarakat yang kehilangan kepercayaan terhadap Jokowi.
“Dengan fakta-fakta itu, terlihat gaya kepemimpinan seperti ini, seakan-akan selalu membela kepentingan rakyat, dengan menyalahkan menteri, padahal apa yang dilakukan menteri adalah hasil rapat bersamanya, ini yang Saya sebut gaya memimpin ‘Kodok Berenang’, katanya dikutip dari akun Twitternya.
Jokowi memimpin dengan gaya “Kodok Berenang”?
Tentunya sebagai pejabat publik, populeritas Jokowi harus tetap dijaga dengan ketat, dia akan terus melakukan pencitraan positif seakan-akan berada di pihak rakyat, yang salah adalah menterinya.
Hal inilah yang mendorong seseorang atau siapa pun yang nyalinya ciut dan kurang bersabar dalam meniti kariernya berusaha untuk melakukan kegiatan dan acara apa pun untuk menggapai cita-cita atau keinginannya. Tak heran diantara mereka ada yang memakai gaya kodok dalam rangka memenangkan persaingan.
Silakan memperhatikan bagaimana jika sesorang yang sedang berenang menggunakan gaya kodok. Kedua belah tangan diatas kepala dengan posisi seolah menyembah, lalu dikibaskannya kesamping agar bisa maju dan kedua kakinya menendang kesana-kemari agar laju dirinya semakin cepat.
Lihat juga: Jadi syarat mudik lebaran 2022 permintaan vaksin booster melesat
“Tangan menyembah adalah lambang penjilat atau orang yang suka mencari muka. Apa pun ditempuh agar orang diharapkan memihaknya dan senang kepadanya. Sayangnya langkah yang ditempuh bukan berupa tampilan kinerja yang baik tetapi justru kadang tak ada kaitannya dengan tugas pokoknya.” papar Adi Supriadi lagi.
Career & Business Coach di Indonesia ini menjelaskan bahwa tangan mengibas kesamping melambangkan langkah seseorang yang menyikut atau berusaha menyingkirkan siapa pun yang dianggap akan menghambat laju kariernya.
Orang semacam ini tak segan-segan melakukan black campaign atau kampanye hitam untuk menjatuhkan orang lain.
“Kedua kaki yang menendang ke bawah melambangkan tindakan semenap-mena terhadap kalangan bawah. Orang ini tak segan-segan mengeksploitasi bawahannya untuk kemajuan dirinya. Anak buah dibuat tak berdaya dan bekerja setengah mati untuk membantunya sementara itu karier dan kesejahteraannya tak mendapat perhatian yang pantas,” ujar pria kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat ini.
Itu yang disebut memimpin dengan gaya “Kodok Berenang. Rela mengorbankan sahabat dan bawahannya dan mencari muka kepada orang yang diharapkan memperhatikannya, bisa atasan bisa atasan di atas atasan bisa rakyat dll. Dia tak peduli dengan sahabat atau bawahannya asal dia sukses.
“Padahal seandainya kesuksesan itu diraihnya mungkin tak bisa langgeng karena cepat atau lambat akan tergilas oleh mereka-mereka yang bekerja secara profesional dan bermoral,” tegasnya.
Upaya untuk mencapai kesuksesan dalam tugas seharusnya ditempuh dengan cara-cara yang profesional dengan mengedepankan kinerja yang baik dan diikuti oleh akhlak yang baik pula.
Kesetiaan atau loyalitas yang dibangun juga harus loyalitas timbal balik yaitu kepada atasan, kepada kolega dan kepada bawahan. Dengan demikian jika ia sukses maka kesuksesan itu adalah sukses dalam kebersamaan.
“Semoga kita senantiasa berada pada jalur yang benar dan diridhoi Tuhan dalam segala pikiran, ucapan dan tindakan kita, Amiin,” tutup Adi Supriadi. (*)
Editor: Kun