2 Desember 2024

Diduga ada unsur kebohongan publik, Big Data Luhut dipolisikan, Adi Supriadi: Emang Luhut Bisa diproses Hukum?
Sekelompok organisasi masyarakat, Barisan Orator Masyarakat Kepulauan Buton (Bom Kepton), melaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, ke Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (18/4/2022) lalu. /Dok. Istimewa

SUARAUMAT.com – Big data tentang penundaan Pemilu yang dikemukakan Luhut Binsar Pandjaitan dinilai ada unsur kebohongan publik dan sudah dilaporkan ke polisi. 

Isu big data ini bukan saja mengagetkan sejagat raya nusantara Indonesia tetapi juga mengusik rasa penasaran, dan muncul pertanyaan dari seorang Adi Supriadi, “emang Luhut bisa diproses hukum?” 

Sebagaimana diberitakan banyak media massa, dugaan ada unsur pembohongan publik soal big data penundaan pemilu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dilaporkan ke polisi. 

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dilaporkan ke polisi karena dinilai melakukan pembohongan publik.

Sebelumnya Luhut pernah menyampaikan soal adanya big data yang mendukung rencana penundaan pemilu.

Baca jugaBuntut Metafora Ikan di Kolam yang Sama, Fahri Hamzah Kritik Keras Salim PKS

Luhut dilaporkan ke Polda Sulawesi Tenggara, pelapornya adalah Sekjen Barisan Orator Masyarakat Kepulauan Buton La Ode Tazrufin. Polisi telah memproses laporan dan tidak menutup kemungkinan untuk memeriksa saksi dan terlapor dalam kasus tersebut.

Menko Luhut beberapa kali diminta membuka big data yang diklaim berisi percakapan 110 juta warga untuk mendukung penundaan pemilu, namun hal itu belum dilakukan.

Kombespol. Ferry Walintukan, Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa berdasarkan UU ITE, pelapor menyebut apa yang dikatakan terlapor adalah sebuah kebohongan publik.

“Saat ini Direktorat Reserse kami memproses pengaduan tersebut dan saat ini ada di tahap penyelidikan,” kata Ferry kepada media. 

Menko Marves Luhut beberapa kali diminta membuka big data yang mengklaim 110 juta warga Indonesia mendukung penundaan Pemilu. 

Jika Big Data ini tidak benar karena beberapa riset IT menyebutkan tidak ada BIG Data, bahkan jangankan 110 juta, 1 Juta pun tidak sampai yang mendukung penundaan pemilu. Apabila tidak benar, maka seharusnya Luhut Binsar Pandjaitan bisa diproses hukum. 

Adi Supriadi, Analis & Pemerhati Masalah Sosial dan Keagamaan mempertanyakan balik soal apakah mungkin Luhut Binsar Pandjaitan bisa diproses hukum.

“Bukan sekali ini saja, Luhut dilaporkan, laporan sebelumnya oleh Haris Azhar yang mendatangi Polda Metro Jaya pada Rabu, 23 Maret 2022 lalu,” kata Adi.

Baca jugaAnggota DPR Tegur Menkes: Saat Kita Bicara, Lihat Wajah Kita Agar Merasa Dihormati 

Lebih lanjut, kata Adi, Haris Azhar melaporkan Luhut Binsar Pandjaitan atas dugaan gratifikasi, tapi apa yang terjadi? Haris Azhar dilaporkan balik dan kini jadi tersangka,” ujar pria yang juga Penggiat Literasi Media Sosial ini. 

Walaupun Haris Azhar merasa terhormat ketika ditetapkan tersangka setelah melaporkan Luhut Binsar Pandjaitan dan Haris Azhar dijebloskan ke penjara karena mengungkapan fakta, dan kebenaran, adalah bentuk dari kewibawaan. 

“Jika suatu hari akan memenjarakan saya, saya anggap itu sebagai fasilitas negara yang diberikan kepada saya, ketika kita membicarakan atau membantu mengungkap suatu fakta,” beber Adi mengutip kalimat Haris Azhar pada Maret lalu.

Diduga ada unsur kebohongan publik, Big Data Luhut dipolisikan, Adi Supriadi: Emang Luhut Bisa diproses Hukum?
Adi Supriadi; Emang Luhut bisa diproses hukum soal big data yang diduga ada unsur kebohongan pada publik? /Dok. Pribadi

Nah, dengan fakta ini, apa mungkin menjadikan Luhut sebagai orang “serba segalanya” dengan menjadi kepercayaan Jokowi bisa diproses hukum, dipidana, dan dipenjarakan? 

Rasanya upaya La Ode melaporkan Luhut hanya sekedar isu berita, pada kenyataannya jauh dari apa yang diharapkan. 

Baca jugaPBNU Akan Bangun Kantor di IKN Gus Yahya Minta Izin

Walaupun yang dinyatakan Luhut tersebut meresahkan masyarakat sehingga terjadi demonstrasi 11 April 2022 dan 21 April 2022.

“Big data penundaan pemilu ini sangat meresahkan masyarakat, bukti keresahannya adalah dengan terjadinya demonstrasi mahasiswa, buruh dan rakyat. Bahkan sudah terjadi 2 jilid, 11 dan 21 April 2022. Jika Big Data penundaan pemilu adalah sebuah kebohongan dan dampaknya meluas serta meresahkan harusnya masuk katagori mengancam stabilitas nasional,” tegas Adi Supriadi.

Editor: Kun

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content