Para pengemudi becak mengantre di sebuah pompa bensin di Kolombo. [FOTO: Shutterstock/Chamila Karunarathne] |
Konradus Fedhu – SuaraumatNews
SUARAUMAT.com – Negara Asia Selatan itu gagal membayar utang luar negeri (ULN) sebesar US$ 51 miliar atau Rp754,8 triliun (kurs Rp 14.800) sehingga bisa dikatakan bangkrut.
Sekolah-sekolah dan kantor pemerintah di kota-kota besar Sri Lanka ditutup karena krisis energi yang parah. Kelangkaan bahan pangan dan bahan bakar minyak (BBM) kini menghantui negara tersebut.
Krisis ekonomi telah menyebabkan gejolak politik diwarnai protes di mana-mana. Polisi bersenjata terlihat berjaga-jaga dengan laras panjang menjaga objek-objek vital seperti SPBU.
Dilansir dari The Washington Post, konfrontasi terus terjadi antara aparat keamanan dengan warga karena dilarang membeli bahan bakar di SPBU akibat kekurangan pasokan. Bahkan jalanan Ibu Kota Kolombo yang biasanya ramai kini sepi seperti kota mati.
Negara kepulauan berpenduduk 22 juta jiwa itu mengalami kekurangan pangan, bahan bakar minyak (BBM), dan kebutuhan pokok lainnya.
Krisis tersebut telah menyebabkan kesengsaraan yang meluas dan terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Menteri Energi Sri Lanka meminta warga bersabar dan tidak mengantri di SPBU selama tiga hari. BBM hanya dikhususkan untuk fasilitas penting seperti rumah sakit.
Chandima Madusanka, seorang pengemudi becak di Kolombo, mengatakan dia menunggu dua hari untuk mendapatkan tujuh liter bensin, yang dia perkirakan hanya akan bertahan sehari.
Dia mengatakan menjadi tidak mungkin untuk memberi makan keluarganya.
“Bagaimana kita bisa hidup seperti ini?” dia bertanya dengan marah.
Ratusan ribu warga Sri Lanka dilaporkan telah meninggalkan negara itu.
Melansir dari Reuters, dalam lima bulan pertama 2022, otoritas imigrasi dilaporkan telah menerbitkan 288.645 paspor, dibandingkan dengan 91.331 pada periode yang sama tahun lalu.
Departemen imigrasi setempat melaporkan bahwa mereka kewalahan dengan penduduk yang membuat paspor. Sementara itu, pemerintah Sri Lanka dan IMF baru akan membahas bailout pekan ini di Kolombo.
Pada bulan April, negara itu menangguhkan pembayaran utang luar negerinya, yang mencapai $51 miliar. Sri Lanka terjebak dalam krisis pangan dan energi karena kurangnya cadangan devisa negara.
Inflasi melonjak menjadi 33%. Salah satu penyebab krisis devisa adalah untuk membayar utang luar negeri negara itu.
(kn/sum)