Kantor Kementerian BUMN. [Foto: Trenasia] |
JAKARTA, SUARAUMAT.com – Lewat penuntasan kasus korupsi proyek pabrik Blast Furnance oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) belum lama ini, publik kembali diingatkan bahwa lagi-lagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih menjadi gudangnya para koruptor di Indonesia.
Seolah tiada habisnya, kasus korupsi di lingkungan BUMN ini terus bermunculan setiap tahunnya.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 119 kasus korupsi di lingkungan BUMN. Tercatat setidaknya ada sembilan kasus pada 2016, 33 kasus pada 2017, 21 kasus 2018, dan 20 kasus 2019, 27 kasus 2020, dan sembilan kasus pada 2021.
Dari total 119 kasus sepanjang tahun 2016-2021 ini, kerugian negara yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp47,9 triliun.
Mirisnya, yang menjadi dalang dari korupsi di lingkungan BUMN ini tak lain adalah mereka yang memiliki latar belakang pimpinan menengah di BUMN.
Bukannya menjalani tugas seperti mengawasi tim dan bertanggungjawab terhadap jalannya tata kelola BUMN dengan baik, para terdakwa ini malah sibuk menguras keuangan perusahan demi mengisi kantong pribadi.
Di tahun 2022 ini, setidaknya ada lima kasus korupsi di lingkungan BUMN yang sedang disidik oleh para aparat penegak hukum, baik dari kejaksaan Agung (Kejagung) ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berikut lima kasus korupsi di lingkungan BUMN yang disidik pada tahun 2022:
1. Kasus pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero)
Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021 ini, tengah disidik oleh KPK.
Dalam kasus ini KPK masih terus berupaya melakukan penyidikan. Namun, sampai saat ini KPK belum menetapkan tersangka, kemudian pasal-pasal apa saja yang digunakan dalam proses penyidikan.
Baru-baru ini KPK melakukan pencekalan terhadap mantan Plt Direktur Utama Pertamina Yenni Andayani. Mantan dirut pertamina tersebut, dicekal ke luar negeri sampai enam bulan ke depan dan berakhir pada Desember 2022 mendatang.
2. Kasus pembelian tanah PT Adhi Persada Realiti
Kasus tindak pidana korupsi pembelian tanah oleh anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) ini tengah ditangani oleh Kejagung dan belum adanya pengungkapan tersangka.
Dalam perkara tipikor ini, tim penyidik menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara.
Namun, perhitungan kerugian negara masih dalam tahap konsultasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang diperkirakan mencapai puluhan miliar.
3. Korupsi pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
Kasus ini tengah ditangani oleh Kejagung. Dan telah menetapkan lima orang tersangka yaitu mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ES) dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo (SS).
Kemudian, VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012 Setijo Awibowo (SA), Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014 Agus Wahjudo (AW), dan VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012 Albert Burhan (AB).
Kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ini senilai Rp8,8 triliun.
4. Kasus Proyek Fiktif PT Amarta Karya (Persero)
Kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan proyek pada PT Amarta Karya (AMKA) tahun 2018-2022 ini tengah diusut oleh KPK.
KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus korupsi proyek fiktif pada PT Amarta Karya (AMKA) tahun 2018-2022 ini.
Namun, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya belum bisa mengungkapkan siapa orang yang bertanggung jawab dalam kasus ini karena, nantinya akan disampaikan secara resmi oleh KPK bersamaan dengan proses upaya paksa ataupun penahanan.
“Pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada saat ini belum dapat saya sampaikan karena kebijakan dari KPK, nanti kami akan mengumumkan secara resmi siapa yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ali beberapa waktu lalu, dikutip pada Rabu, 20 Juli 2022.
5. Kasus Korupsi Jiwasraya dan Asabri
Kasus korupsi BUMN asuransi jiwa yakni PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada periode 2013-2018 menelan kerugian negara hingga Rp16,8 triliun, berdasarkan perhitungan BPK.
Kasus ini bermula dari rekayasa laporan keuangan yang telah dilakukan pada 2006 lalu.
Saat itu laporan keuangan Jiwasraya menunjukkan nilai ekuitas negatif Rp3,29 triliun karena aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban.
Oleh karenanya, BPK memberikan opini disclaimer untuk laporan keuangan 2006 dan 2007 karena penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya.
Lalu pada 2015, OJK melakukan pemeriksaan langsung terhadap Jiwasraya dengan aspek pemeriksaan investasi dan pertanggungan.
Audit BPK di 2015 menunjukkan terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat Jiwasraya dan laporan aset investasi keuangan yang overstated dan kewajiban yang understated.
Pada Mei 2018 terjadi pergantian direksi. Setelah itu, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.
Hasil audit KAP atas laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017 antara lain mengoreksi laporan keuangan interim yang semula mencatatkan laba Rp2,4 triliun menjadi Rp428 miliar.
Sementara kasus korupsi oleh BUMN Asuransi Jiwa lainnya, Asabri menelan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp23 triliun.
Serupa dengan rekayasa di Jiwasraya, pada skandal korupsi Asabri pejabat menempatkan dana ke saham-saham non likuid untuk menunjukkan bahwa kinerja portofolio investasi Asabri terlihat baik, antara lain saham Sugih Energy (SUGI), Bumi Citra Permai (BCIP) dan Sekawan Intipratama (SIAP).
Kemudian saham-saham non-likuid ini dimanipulasi, seolah berpindah tangan padahal saham diperjualbelikan oleh pihak yang sama dengan nominee (nama alias) yang berbeda agar tidak terdeteksi oleh regulator.
Pada 15 Maret 2022 lalu, tiga tersangka kasus korupsi Asabri yakni Teddy Tjokrosapoetro, Benny Tjokrosapoetro dan Jimmy sutopo didakwa telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara senilai Rp22,7 triliun atas pengelolaan investasi saham dan reksadana PT Asabri pada Pengadilan Tidak Pidana Korupsi.
Terpidana Teddy Tjokrosapoetro sendiri didakwa telah memperkaya diri sendiri senilai Rp6 triliun.
Meskipun merupakan dua kasus yang berbeda, temuan pihak berwenang menyebut bahwa sejumlah nama terseret dalam dua skandal tersebut.
Misalnya, Benny Tjokrosaputroatau Bentjok, Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX), dan Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).***
(trenasia)