4 Desember 2024
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa narasi dalam sebuah video di TikTok yang menyebutkan DKI Jakarta akan mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust adalah tidak benar.

Kepala Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. /Foto: BMKG

Jakarta, SUARAUMAT.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa narasi dalam sebuah video di TikTok yang menyebutkan DKI Jakarta akan mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust adalah tidak benar.

Dwikorita menegaskan bahwa video yang viral tersebut telah disunting oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga dapat menimbulkan interpretasi yang salah di kalangan pengguna internet. Menurutnya, hal ini dapat menciptakan kekhawatiran di masyarakat yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

“(Video) itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan, Jakarta,” ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulis, Minggu 17 Maret 2024.

“Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Bali,” lanjut dia.

Dwikorita menjelaskan kepada Anggota Komisi V DPR RI bahwa istilah “lumpuh” yang disebutkan merujuk pada terputusnya jaringan komunikasi akibat kerusakan infrastruktur, seperti Base Transceiver Station (BTS), yang disebabkan oleh gempa megathrust.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, BMKG telah membangun Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS) di Bali sebagai cadangan atau back-up, meskipun fasilitas serupa telah ada di Jakarta.

Gedung InaTEWS di Bali tersebut merupakan bagian dari strategi mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat, jika operasional InaTEWS di Jakarta terganggu.

Menurut Dwikorita, pembangunan Gedung InaTEWS didasarkan pada skenario terburuk, yaitu apabila gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 kilometer dari tepi pantai.

Dalam skenario terburuk tersebut, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan dampaknya mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta lantaran terputusnya atau lumpuhnya jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuefaksi.

“Maka, sebagai upaya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an,” papar Dwikorita.

“Sementara Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus Tahan Gempa. Gedung di Bali sebagai back up jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan,” lanjut dia.

Dwikorita berharap bahwa penjelasan ini akan dapat mengurangi kecemasan masyarakat yang muncul akibat penyebaran potongan video di aplikasi TikTok, yang tidak sesuai dengan konten dan konteksnya.

Dia juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dan hati-hati serta tidak langsung percaya begitu saja terhadap isu atau berita yang berasal dari media sosial.

“Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG. Karena hanya BMKG lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika,” ucap Dwikorita.***

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content