SUARAUMAT.com – Israel baru-baru ini membekukan kegiatan UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East atau Badan PBB untuk Bantuan dan Pekerjaan bagi Pengungsi Palestina di Timur Dekat) di wilayahnya, dengan undang-undang baru yang secara signifikan membatasi operasional UNRWA di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur.
Langkah ini didasarkan pada tuduhan bahwa sejumlah pegawai UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2024 dan melatih para pekerja untuk melawan Israel.
Sebagai tanggapan, beberapa negara donor besar seperti AS, Inggris, dan Jerman menunda pendanaan mereka untuk UNRWA, yang selama ini memainkan peran penting dalam mendistribusikan bantuan kemanusiaan ke lebih dari dua juta pengungsi Palestina di Gaza.
Pemerintah Israel menganggap bahwa mereka bisa memberikan layanan yang lebih baik bagi warga Palestina di wilayah-wilayah ini dibandingkan UNRWA. Namun, keputusan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan internasional, termasuk dari Amnesty International dan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, yang memperingatkan bahwa penghentian bantuan kemanusiaan ini dapat memperburuk krisis kemanusiaan dan menciptakan dampak besar bagi jutaan pengungsi yang bergantung pada bantuan tersebut untuk kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.
UNRWA saat ini berusaha meredakan ketegangan dengan melakukan investigasi terhadap para pegawai yang dituduh terlibat dalam serangan, tetapi komunitas internasional terus mendesak pemulihan bantuan agar kebutuhan dasar pengungsi Palestina tetap terpenuhi.
Selain pembatasan yang diberlakukan oleh Israel, beberapa negara donor besar juga telah menarik dukungan keuangan untuk UNRWA.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman menyatakan kekhawatiran terkait dugaan keterlibatan sejumlah pegawai UNRWA dalam konflik terbaru, meskipun tuduhan ini masih dalam tahap investigasi internal.
Dengan mundurnya para donor ini, UNRWA menghadapi kesulitan besar dalam menyediakan bantuan yang dibutuhkan oleh sekitar dua juta pengungsi Palestina di Gaza dan jutaan lainnya di Yordania, Lebanon, dan Suriah.
Kritik terhadap keputusan Israel dan para donor disampaikan oleh berbagai kelompok hak asasi manusia. Amnesty International menegaskan bahwa penghentian bantuan ini merupakan bentuk hukuman kolektif yang mengabaikan hak-hak dasar pengungsi Palestina.
Amnesty menyoroti bahwa meskipun ada dugaan keterlibatan beberapa pegawai, seluruh pengungsi kini terancam kehilangan akses ke layanan penting, termasuk kesehatan dan pendidikan. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres juga mendesak para donor agar memulihkan dana UNRWA guna menghindari bencana kemanusiaan yang lebih besar di wilayah tersebut.
Secara keseluruhan, situasi ini menggambarkan ketegangan geopolitik yang semakin meningkat, dengan Israel bersikeras mengambil alih fungsi-fungsi yang sebelumnya dikelola oleh UNRWA, sementara komunitas internasional menyerukan pemulihan bantuan bagi para pengungsi.*